Selasa, 07 Mei 2013

CERPEN: Pria Sudut Kota Part II

baca cerita sebelumnya di sini


PRIA SUDUT KOTA PART II


            Seorang pria berpakaian rapih menghampiriku. Seperti biasa aku akan mengatakan kalimat kebangsaanku padanya, kalimat yang akan ribuan kali aku ucapkan setiap harinya. “Jika Bapak melihat wanita ini, tolong katakan saya ada di sini.”
            “Mengapa tidak mencari wanita lain?” tanyanya.
            Aku tertegun sesaat. Baru kali ini ada yang berkata seperti itu padaku setelah sepuluh hari lebih aku di tempat ini. Aku tersenyum menatap pria tua itu kemudian beralih menatap foto wanitaku. “Bagaimana aku bisa dengan wanita lain kalau aku masih sangat mencintainya.”
            “Mari ikut denganku,” sahutnya.
            Dengan sopan kutepis tangannya dari bahuku, “tidak terimakasih, biar aku menunggunya saja, di sini.” Dan pria itu pun berlalu.
            Begitulah hari-hari berlalu. Tapi aku juga tidak bergerak dari tempat ini.
@@@

            Setelah hampir sebulan aku di tempat ini seorang polisi menghampiriku.
            “Nak, kau tidak bisa tinggal di tempat ini,” kata polisi itu
        “Aku bukan gelandangan, bukan orang gila, hanya saja ada seseorang yang aku tunggu meskipun ia akan datang besok, bulan depan, atau tahun depan.”
            Kamu tahu wanita itu akan aku tunggu sampai kapanpun, walau panas, hujan, atau salju. Jika pada akhirnya wanitaku berubah pikiran, di tempat inilah yang harus ia tuju pertama kali.
            Aku lupa menceritakan bagian penting. Momen di mana dia benar-benar meninggalkanku pada akhirnya.
            Di kejadian sebelumnya dia hanya pergi selama beberapa hari untuk keluar kota. Aku sempat panik setengah mati dan menyalahkan diri sendiri atas pertanyaanku yang bodoh. Kami berteman cukup lama, hampir tiga tahun. Apakah kami pernah bertengkar? Tidak, kami hanya lebih sering berdebat tentang cuaca, hutan, bahkan teori Darwin. Aku terlalu mencintainya untuk bertengkar dengannya.
            Suatu hari dia datang padaku setengah berlari. Aku sudah berdiri menunggunya di bawah pohon maple. Dia memakai gaun yang sama.
            “Aku mencintaimu, Toni.” Nafasnya masih memburu.
            Aku terkejut setengah mati. “Anna tenanglah, ada apa?”
            “Aku mencintaimu, Toni.” Sekarang air matanya jatuh.        
            Dia sungguh-sungguh. Aku sangat senang tapi juga sedih, mengapa tidak aku duluan yang mengucapkan kalimat itu. Dasar laki-laki bodoh! “Aku juga mencintaimu, Anna.”
            Dia tersenyum lalu menghambur ke arahku dan memelukku erat. Sangat erat. Entah mengapa aku merasa sesak di dadaku. Bukan karena pelukannya tapi suatu perasaan aneh, perasaan buruk.
            Air matanya membasahi bajuku. Dia terisak. Tangisannya sangat pedih membuatku bingung mengapa dia mengatakan cinta padaku dengan perasaan seperti ini.
            “Maafkan aku, Toni.” Dia melepaskan pelukannya dan berlari pergi. Pergi meninggalkanku. Aku tidak tahu kalau itu berlangsung sampai hari ini. Dia tidak pernah kembali.
            Sebulan pertama aku masih menunggunya. Setahun kemudian aku masih berdiri di tempat yang sama. Tapi ia tidak pernah datang. Anna orang sangat sulit dimengerti. Akhirnya aku meninggalkan hutan itu dan hidup di kota besar di sebuah negara maju dan tidak pernah pulang selama hampir delapan tahun.
            Selama ini aku menganggap Anna hanya cinta pertama yang pergi dan aku akan mendapatkan yang lebih baik darinya. Ternyata tidak, aku hanya mencintai satu wanita dan dia adalah Anna. Aku sudah mengencani lebih dari 20 gadis selama delapan tahun ini tapi tidak ada yang mencintai pohon maple dan bunga marigold seperti Anna. Ya, hanya Anna.
            Seorang pria pernah datang padaku dan berkata “hidup terlalu singkat untuk merelakan sesuatu yang sangat berharga bagi kita”. Aku tak pernah mengira Anna lah satu-satunya hasrat dalam hidupku. Benda berharga. Dan alasan mengapa aku mendatangi berbagai tempat di negara ini untuk melihat pohon maple. Alasan mengapa aku memimpikannya. Alasan aku hidup.
            Aku mulai mencarinya di jejaring sosial, internet, bertanya pada paman pemilik kebun anggur apakah dia mengenal Anna. Hasilnya nol! Jadi aku putuskan kembali ke hutan itu dan menunggunya. Hutan yang sekarang sudah bermetamorfosa.
            Di sini aku sekarang. Aku tahu setelah lebih dari sembilan tahun kecil kemungkinan dia akan datang kemari. Tapi aku tidak peduli. Aku mau Anna!
@@@

(bersambung) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar