Dunia memiliki banyak orang-orang hebat.
Sampai suatu ketika, kehilangan orang-orang hebat ini membuat saya gelisah.
Beberapa tokoh yang saya kagumi adalah
Bill Gates dan Sir Alex Ferguson. Dua orang dengan kepribadian dan bagian dari
pekerjaan mereka yang sangat berbeda. Bill Gates di teknologi sementara Sir Alex
Ferguson di sepak bola. Saya tidak yakin apakah keduanya pernah bertemu.
Suatu hari saya berpikir bagaimana jika
Bill Gates meninggal? Bagaimana jika Alex Ferguson meninggal? Siapa yang akan meneruskan
pekerjaan mereka? Karena tidak ada satu pun orang yang lebih mengetahui
pekerjaan mereka selain mereka sendiri.
Bagi saya, ada beberapa persamaan dari
mereka. Mereka seorang penemu dan tampan. Penemu. Mereka yang pertama
menemukannya. Mereka yang menjalankannya dan bagaimana mereka mengakhirinya.
Mari bahas terlebih dahulu mengenai Sir
Alex Ferguson. Tokoh yang sangat saya puja. Saat mengatakan ‘puja’ saya sungguh
memujanya. Bahkan melihat fotonya saja, ada yang bergerak di hati saya. Dia dapat
menginspirasi hanya dengan sebuah gambar.
Tanpa mengurangi rasa hormat, biarkan
saya menyebutkan Sir Alex Ferguson dengan ‘dia’ bukan ‘beliau’.
Lalu datang kabar bahwa dia akan
mengundurkan diri. Pertama kali dia menyatakan akan mengundurkan diri waktu
saya kelas 1 SD. Saya tidak mengerti apa arti dari sebuah pengunduran diri pada
waktu itu.
Hari-hari itu datang lagi. Sebelas tahun
kemudian ia melakukan hal yang sama. Dia telah memutuskan untuk mengundurkan
diri. Kenyataan yang terlalu buruk buat saya terima. Bahkan pikiran terliar
saya berkata, “minumlah apa saja atau lakukan apa saja agar kau tidak lelah”. Saya
menjadi sedikit histeris. Bagaimana dengan klub? Bagaimana dengan saya? Saya
mencintai klub ini sejak kecil karena Anda? Saya merasa dikhianati. Dengan
egois mengesampingkan bahwa Sir Alex Ferguson sudah tua dan tidak seprima dulu.
Dia benar-benar sudah tua.
Saya sangat sedih dan masih sempat
berharap bahwa dia mungkin akan mengubah kembali keputusannya. Teryata tidak.
Ini adalah momentum yang tepat baginya tapi tidak bagi saya.
Melihat banyak kekalahan yang dialami
klub, saya sangat kecewa dan menyalahkan Sir Alex Ferguson, “ini semua
gara-gara Anda, kakek tua!” kemudian mengutuki manajer baru.
Saya berpikir teknologi sekarang sudah
sangat canggih, tidakkah dia bisa abadi?
Lalu dia membuat autobigrafi. Saya masih marah padanya. Narsistik, pikir
saya. Membuat autobiografi? Mengapa tidak membiarkan orang lain yang
membuatnya? Anda kan bisa sedikit mengintervensi apa yang orang lain tulis atau
menambahkan beberapa (jika perlu). Beberapa tokoh lain melakukannya.
Saya membacanya dan mulai paham (pada
akhirnya) mengapa dia memutuskan untuk pergi dari klub. Dia sudah tua, itu
fakta. Dan tentang kakak istrinya yang meninggal saya rasa itu adalah momentum
dimana dia akhirnya benar-benar harus bekeluarga dan meninggalkan sepak bola.
Kami pendukung klub ini mungkin sangat
egois, para pemain dan staf juga begitu. Memaksa harus menemuimu setiap hari
sementara istri, anak, dan cucu-cucumu belum tentu mendapatkan waktu sebanyak
yang kau berikan pada sepak bola.
Saya akhirnya sadar, orang hebat akan
menciptakan orang-orang hebat lainnya kalau dia memberi ruang bagi yang lain
untuk menjadi hebat. Dia juga merelakan salah satu yang paling berharga dalam
hidupnya. Dia menaruh kepercayaan bahwa setelahnya harus ada orang-orang hebat
lainnya yang bisa melebihi dia. Harus. Dan itu bukan bentuk dari segala
keegoisan.
Saya yang menunggu pertandingan hanya
agar bisa melihat dia sedikit. Berharap ada sedikit kericuhan di lapangan sehingga
tv bisa menyorotnya, atau hanya menonton bagian akhir dari pertandingan karena
dia paling sering disorot pada saat-saat itu. Fergie Time.
Sekarang saya hanya bisa mengenangnya
dalam sebuah buku dan video youtube.
Tidak ada lagi Sir Alex Ferguson dalam lapangan. Tapi saya tetap mencintai klub
sebagaimana dia mengorbankan segala sesautu untuk klub.
Kesadaran bahwa orang-orang hebat akan
menjadi tidak hebat jika mereka tidak berhenti. Kepercayaan, ketepatan waktu,
dan keikhlasan telah menjadi bagian dari akhir yang sempurna untuk orang-orang
hebat.
Jadi, jika suatu saat Bill Gates
memutuskan untuk pensiun atau hal terburuk yang terjadi adalah kematian. Saya
yakin dia percaya bahwa ada penerus yang hebat, waktunya telah tepat, dan
hatinya telah ikhlas memberi apa yang sudah dia bangun.
Kegelisahan yang sekarang saya alami
adalah dapatkah generasi muda berkakhir hebat? Dapatkah kami atau layakkah kami
menggantikan posisi orang-orang hebat tersebut?